Home » » Renungan diri Tatwam Asi

Renungan diri Tatwam Asi

Renungan Diri TAT TWAM ASI (तत् त्वम् असि)

“Sebuah Sadhana Maha Welas Asih”
Mahavakya (Slogan dharma yang agung) yang sangat terkenal dari buku suci Chandogya Upanishad yaitu “Tat Twam Asi”. Arti sebenarnya dari Tat Twam Asi dalam bahasa sansekerta adalah “ENGKAU ADALAH ITU".

“ITU” menunjuk pada Sang Hyang Widhi, Sang Sumber Semesta, sesuatu yang tak tergambarkan, melampaui segalanya, senantiasa murni, kebahagiaan sejati, asal dan tujuan segala makhluk dan tentunya NETI-NETI (bukan ini, bukan itu) alias tak ada definisi yang tepat untuk menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan-Nya.

Sejatinya segala yang ada dan mewujud hanyalah Sang Sumber Semesta.

Semua pergerakan dan kejadian (penciptaan, pemeliharaan, hingga peleburan semesta) adalah tarian kosmis keESAan-Nya.

Apa yang sebenarnya ingin disampaikan dalam mahavakya ini adalah mengenai Moksha, mengenai kemanunggalan kosmik antara Atman dengan Brahman atau Ruh dengan Ruh Agung Semesta.

Tapi bagi sebagian besar masyarakat, umumnya ajaran tentang kemanunggalan kosmik sangat sulit dimengerti. Hal ini wajar karena ajaran ini sangat dalam.

Kemanunggalan kosmik hanya bisa dimengerti melalui pengalaman langsung (Pratyaksa pramana), melalui ketekunan praktek sadhana dan meditasi selama bertahun-tahun. Tidak melalui bacaan atau mendengar ajaran, tapi secara langsung mengarah sangat dalam kepada pikiran-perasaan, ego dan kesadaran diri sendiri.

Sehingga bagi masyarakat luas agar bisa mengerti, tatarannya perlu diturunkan dari kesadaran kemanunggalan kosmik menjadi kesadaran keterhubungan kosmik.

Sehingga Tat Twam Asi kemudian juga diterjemahkan sebagai “KAMU (Semua makhluk, seluruh keberadaan, dan segala hal) ADALAH AKU, AKU ADALAH KAMU (Semua makhluk, seluruh keberadaan, dan segala hal)”.
Sakitmu adalah sakitku, bahagiamu adalah bahagiaku juga.

Karena memang semua adalah pancaran wujud tunggal Sang Sumber Semesta.

Dan semua adalah satu kesatuan dalam wujud tunggal Nya.
Maka akar segala kesadaran jiwa adalah keterhubungan dan kemanunggalan segala keberadaan.

Di dalam Upanishad tertulis sebuah sloka “ketika aku melupakan diriku, aku melayanimu. Dengan melayanimu aku menemukan kembali bahwa Aku Adalah Kamu".

Sloka dalam Upanishad ini bermakna bahwa kita jiwa-jiwa yang tersesat dapat menemukan kembali hakikat sejati sang diri di dalam ketekunan melakukan kebaikan. Dalam jiwa dengan limpahan welas asih dan kebaikan, ke-aku-an (ahamkara) lenyap dan membukakan pintu kesadaran yang baru : “Aku Adalah Kamu”.

Juga inilah bukti nyata keterhubungan kosmik kita, “Setiap kali menghirup napas, kita menghirup 10 pangkat 22 atom dari alam semesta. Sejumlah atom tersebut masuk ke tubuh kita menjadi sel-sel otak, jantung, paru-paru dan lainnya. Setiap kali kita menghembuskan napas, kita mengeluarkan atom 10 pangkat 22 yang terdiri dari kepingan otak, jantung, paru-paru dan lainnya. Secara teknis, kita mempertukarkan organ tubuh kita dengan organ tubuh orang lain, dengan orang yang pernah hidup, bahkan dengan semua makhluk, semua zat, yang pernah hidup. Berdasarkan perhitungan isotop-isotop radio aktif, tubuh kita memiliki jutaan atom yang pernah singgah di tubuh orang-orang suci dan orang-orang genius. Dalam waktu kurang dari 1 tahun, 98% dari semua atom dalam tubuh kita telah berganti secara total”.

Jadi, "atom milikku pernah menjadi atom milikmu" dan "atom milikmu pernah menjadi atom milikku".

Atom-atom terdiri dari partikel-partikel, partikel adalah fluktuasi dari energi. Segala-galanya di bumi ini sejatinya adalah energi. Hakekatnya kita semua adalah satu.

Keharmonisan dengan sesama makhluk akan membawa keseimbangan alam semesta, sebaliknya permusuhan dengan sesama makhluk akan membawa kehancuran alam semesta.
Karena hukum semesta sebab akibat begitu nyata sebagai manifestasi keadilan-Nya.

Jika kita menyakiti apalagi membunuh sesama makhluk, termasuk menyembelih makhluk-makhluk lemah seperti binatang, maka pasti pantulan kesakitan dan penderitaan yang sama akan kembali pada diri kita, selain itu hanya akan mematikan benih welas asih agung.

Jika kita mengembangkan kasih universal dengan mengasihi semua makhluk maka pantulan kasih semesta dan kebahagiaan yang akan kembali pada diri kita, selain itu akan mengikis kekotoran-kekotoran bathin dan membangkitkan bodhicitta.

Doktrin welas asih Tat Twam Asi memotivasi pancaran kasih universal, tidak hanya terbatas pada kesamaan agama dan bangsa atau umat manusia. Kasih sayang yang terbatas bukanlah Tat Twam Asi.

Pun mengasihi bukan saja makhluk yang kasat mata (sekala) seperti manusia, hewan, dan tumbuhan melainkan juga makhluk yang tak kasat mata (niskala), semena-mena dan menyengsarakan makhluk niskala (semisal dengan mengurung dalam botol), pastilah suatu saat pantulan kesengsaraan yang sama akan kita terima.

Sejatinya seluruh makhluk sekala dan niskala adalah “saudara seasuhan” dari Bunda Alam Semesta dan lebih dari itu adalah “Saudara Kandung dalam kandungan tunggal illahi, Hyang Maha Meliputi Segalanya".

Maka dari itu makhluk-makhluk lemah seperi binatang adalah adik kandung sendiri, dengan menyembelihnya akan benar-benar mematikan benih welas asih agung.

Kita berbeda dalam tataran rupa, fisik, dan sukma tapi kita adalah tunggal dalam tataran Ruh, Ruh Esa yang berasal dari pancaran Ruh Agung Sang Sumber Semesta.

Dan dalam tataran jasad material pun sebenarnya kita juga bersaudara dengan semua makhluk dan alam semesta, Sains membuktikan genome dan DNA manusia sama dengan genome dan DNA mahluk hidup lainnya di bumi, hal itu jelas menunjukan kita semua berkerabat dengan pohon, rumput, burung, ikan, anjing, babi, lumba-lumba, paus, harimau, singa, onta, gajah, dan tentunya berkerabat dekat dengan simpanse atau orang utan.

Sedangkan bukti kita bersaudara dengan alam semesta, adalah unsur asal pembentuk tubuh kita dengan unsur awal pembentuk bumi, matahari, bulan, serta semua planet di alam semesta adalah sama dan terbentuk milyaran tahun yang lalu di perapian yang berasal dari keruntuhan sebuah bintang. Kita semua terbuat dari materi bintang.

Pada akhirnya perbedaan galaksi, planet, alam, rupa, serta wujud fisik tak mampu merubah dan mengingkari kenyataan persaudaraan kita. Apalagi perbedaan-perbedaan lahiriah sepele seperti perbedaan gender, orientasi seksual, suku, agama, keyakinan, sesembahan, komunitas perguruan, dan lain sebagainya tak akan bisa menyekat dan merubah status hakiki kita sebagai saudara.

Pemahaman Tat Twam Asi sejalan dengan Sains dalam memandang sesama makhluk di alam semesta, yaitu kerendahan hati mengakui bahwa kasta kita setara dengan makhluk-makhluk lainnya, kita bukanlah pemimpin dari makhluk-makhluk lainnya dan kita tentunya juga bukan makhluk yang paling sempurna, senyatanya alam semesta maha luas dengan banyaknya galaksi yang di dalamnya ada bermilyar-milyar matahari dan bumi kita hanyalah satu titik kecil yang terdapat pada suatu galaksi yang diberi nama Bimasakti.
Akan sangat mubazir manakala kehidupan dan makhluk paling sempurna hanya ada di bumi.
Merasa spesial dan paling sempurna hingga merasa diberi titah oleh Hyang Maha Kuasa menjadi pemimpin makhluk-makhluk lainnya, tidak lain hanyalah kesombongan dan delusi manusia semata.

Pertanda seseorang sudah mencapai tingkat kesadaran keterhubungan kosmik Tat Twam Asi adalah manakala sudah bisa mengasihi sesama penghuni semesta melebihi mengasihi diri sendiri.

Seperti sumpah agung Bodhisattwa yang memilih tinggal di neraka dan tak mau memasuki kebahagiaan Nirwana, sebelum berhasil menyebrangkan semua makhluk menderita di neraka menuju Nirwana.

Karena senyatanya praktik Tat Twam Asi adalah sadhana tertinggi melebihi sadhana pencapaian Nirwana itu sendiri.

Tat Twam Asi adalah tekad agung maha welas asih yang dimiliki para Buddha dan Bodhisattwa.

Tat Twam Asi adalah ruh kehidupan para Buddha dan Bodhisattwa itu sendiri, mereka yang senantiasa berusaha membebaskan semua makhluk dari dukkha dan selalu berharap semua makhluk di seluruh penjuru semesta berbahagia.

Jika Reshi Gotama mengungkapkan “Tat Twam Asi”, yang berarti "Itu adalah kau" atau "aku adalah kamu, kamu adalah aku".

Maka Buddha Gotama mengungkapkan “Anatman”, yang berarti “Tiada Aku”.

Sebenarnya pernyataan "Aku" dalam Tat Twam Asi ini berimplikasi pada “Tiada Aku”/Anatman. Si Aku hanya dapat menyatakan ke-aku-annya apabila ada pihak lain (Kamu,Itu). Tetapi Tat Twam Asi menyatakan Aku tak lain adalah Kamu, maka kepada siapa kah Si Aku dapat menyatakan ke akuannya??? Tidak ada kan? karena tidak dapat menyatakan keakuannya, maka sebenarnya tidak ada yang disebut "Aku".

Orang yang merealisasikan Tat Twam Asi otomatis akan menembus ANATMAN, yang di dalam kesadarannya tidak lagi punya aku, diri atau ego, tidak lagi menganggap dirinya punya roh individual yang terpisah dari makhluk lain.

Pada akhirnya ungkapan “Itu adalah Kau" atau "Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku” hanya ternyatakan di tatar pikiran. Di saat ego atau pikiran berhenti, padam, nirwana, atau moksha tidak ada lagi yang disebut “Itu”, “Kau”, “Aku”, maupun “Kamu”, hanya ketunggalan saja yang ada.

~ Hakikat ajaran Sang Reshi Gotama dan ajaran Sang Buddha Gotama adalah satu adanya ~

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara sopan dengan menggunakan bahasa baku yang baik dan benar demi menghindari spam.