Weda bukanlah kumpulan Kitab



    Masyarakat Hindu mendapatkan agamanya dari Wahyu, yaitu Weda. Mereka mengatakan bahwa Weda adalah tanpa awal dan tanpa akhir. Mungkin hal ini membingungkan bagi anda, bagaimana mungkin buku tidak mempunyai awal maupun akhir:
Tetapi Veda bukanlah kumpulan kitab. Weda adalah kumpulan kaidah spritual yang kaya, ditemukan oleh orang - orang berbeda, pada saat yang berbeda.

Baca juga: - Mencari kebahagiaan abadi ?
                 - apa itu samsara ?      Ibaratnya hukum gravitasi yang sudah ada sebelum ditemukan orang,  dan akan tetap ada kulaupun umat manusia melupakannya demikian pula dengan kaidah yang mengatur dunia spiritual.  Hubungan moral,  etika dan spiritual antara jiwa dengan jiwa,  dan antara spirit individual dengan Bapak dari semua spirit,  sudah ada sebelum manusia menyadarinya, dan akan tetap ada, kalaupun kita melupakannya.
   
     Penemu kaidah-kaidah tersebut disebut Resi Rishi dan kami menghormati mereka sebagai mahluk yang sempurna.  Dengan senang hati saya mengatakan kepada anda bahwa yang paling hebat di antara mereka adalah Resi perempuan.

     Pada titik itu,  bisa diperdebatkan bahwa sebagai kaidah,  mungkin saja tidak ada akhirnya.  Tapi kaidah itu pasti punya awal.  Weda mengajarkan bahwa penciptaan adalah tanpa awal atau akhir. Ilmu juga membuktikan bahwa jumlah total dari energi kosmik selalu sama.  Jadi,  jika ada saat di mana tidak ada eksistensi apapun,  di manakah semua energi tersebut termanifestasikan?  Beberapa pihak mengatkan energi itu ada dalam bentuk potensial di dalam diri Tuhan.  Jika demikian maka Tuhan kadang-kadang bersifat potensial,  dan kadang-kadang bersifat kinetik,  artinya Dia bisa berubah.  Segala sesuatu yang bisa berubah adalah senyawa,  dan semua senyawa harus mengalami perubahan yang disebut sebagai perusakan.  Jadi Tuhan akan mati, -- sebuah gagasan absrud. Jadi, tidak pernah ada masa di mana tidak ada penciptaan.

     Izinkan saya menggunakan kiasan, kreasi ( penciptaan ) dan kreator ( pencipta ) adalah dua garis tanpa awal dan tanpa akhir, terbentang sejajar. Tuhan adalah pemelihara yang selalu aktif;  melalui kekuatannya sistem sistem berevolusi dari kekacauan, berjalan beberapa saat, lalu dirusak lagi. Inilah yang diulang oleh murid Weda setiap hari;  "Matahari dan bulan, yang di ciptakan oleh Tuhan, seperti matahari dan bulan dari siklus yang lalu". Dan, hal ini sesuai dengan ilmu pengetahuan modern.

Saya adalah Jiwa, bukanlah raga


     Saya berdiri di sini dan bila saya menutup mata serta mencoba melahirkan eksistensis saya sendiri "saya" "saya" "saya"--- apa gagasan yang ada dalam diri saya? Suatu tubuh. Lalu, apakah saya bukan apa2 tetapi hanya kombinasi substansi material? Veda mengatakan "Tidak". Saya adalah jiwa yang hidup dalam sebuah tubuh. Saya bukanlah tubuh. Tubuh akan mati, saya tidak akan mati. Saya ada dalam tubuh; tubuh akan hancur, tapi saya akan terus hidup. Saya juga mempunyai masa lalu. Jiwa tidak diciptakan, karena penciptaan berarti suatu kombinasi, yang artinya pasti akan terdisintegrasi di masa datang. Jika jiwa diciptakan, maka ia harus mati (sama halnya seperti badan yang di ciptakan dan mati)

Baca juga: - Mengenal kematian

Beberapa orang dilahirkan penuh kebahagiaan, mempunyai kesehatan baik, dengan tubuh yang indah, mental yang kuat dan semua kebutuhan terpenuhi. Orang lain dilahirkan, ada yang tanpa tangan atau kaki, ada yang idiot, dan menjalani kehidupan yang penuh kesengsaraan. Jika semuanya diciptakan, mengapa Tuhan yang maha adil dan pemurah menciptakan suatu orang bahagia tetapi yang lain tidak bahagia? Mengapa ia pilih kasih?
 Tidak ada artinya mengatakan bahwa mereka yang sengsara pada kehidupan ini akan menjadi lebih baik di kehidupan mendatang serta tidak ada artinya jika semua itu adalah cobaan untuk manusia yg dipilih oleh tuhan. Mengapakah manusia harus sengsara bahkan di sini, dalam rengkuhan tuhan yang adil dan pemurah?

Gagasan Tuhan sebagai pencipta tidak menjelaskan anomali di atas, melainkan hanya mengungkapkan tindakan kejam dari mahkluk yang mempunyai kekuasaan penuh, disini kita menggunakan fikiran terbuka. Karena itu, harus ada sebab, sebelum kelahiran, yang membuat seseorang manusia sengsara atau bahagia, yaitu tindakannya di masa lalu.
Kita tidak bisa menolak bahwa tubuh mendapatkan kecenderungan tertentu karena keturunan. Tetapi kecenderungan trsbt hanyalah konfigurasi fisik sebagai sarana bagi pikiran tertentu untuk bertindak dalam cara tertentu. Ada kecenderungan lain dalam jiwa yang disebabkan oleh tindakannya di masa lalu. Dan, sesuai hukum afinitas, suatu jiwa yang mempunyai kcenderungan tertentu akan lahir dalam tubuh yang paling sesuai untuk menampilkan kecenderungan trsbt. Hal ini sejalan dengan sains, karena sains ingin menjelaskan segala sesuatunya melalui kebiasaan; kebiasaan diperoleh dengan repetisi atau mengulang ulang. Jadi, pengulangan diperlukan untuk menjelaskan kebiasaan alami dari jiwa yang baru. Dan karena kebiasaan trsbt tidak diperoleh pada kehidupan saat ini, tentunya hal itu diperoleh dari kehidupan yg lalu.

Ada gagasan lain. Mengapa sya tidak dpat mengingat sesuatupun dari kehidupan lalu saya? Ini dapat dijelaskan dengan mudah. Sekarang saya sedang berbicra dalam bahasa ingris, yang bukan bahasa ibu saya. Bahkan tidak ada satu katapun dalam bahasa ibu saya yang saat ini terlintas dalam kesadaran sya. Tetapi kalau saya mencoba mengeluarkannya, maka bahasa ibu saya akan muncul dalam benak sya. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran hanyalah permukaan dari samudra mental dalam samudra itulah tersimpan semua pengalaman kita. Coba dan cobalah, maka pengalaman itu muncul, dan anda akan sadar mengenai kehidupan yang lalu.
Bukti trsbt sudah jelas. Verifikasi adalah bukti sempurna dari sebuah teori. Dan itulah tantangan yang dihadapi para resi( orang suci ). Kami telah menemukan rahasia bagaimana samudera memori yang amat dalam bisa dimunculkan, cobalah dan anda akan memperoleh ingatan menyeluruh tentang kehidupan anda di masa lalu.

Jadi seorang hindu percaya bahwa dia adalah sebuah jiwa. Ia yang tidak bisa ditusuk oleh pedang- ia yang tidak bisa dibakar oleh api - ia yg tidak bisa dicairkan oleh air - ia yang tidak bisa dikeringkan oleh udara. Seorang hindu prcya bahwa setiap jiwa adalah sebuah lingkaran, yang kelilingnya tidak berada dimana², tetapi pusatnya terletak di dalam badan. Dan, bahwa kematian berarti perpindahan inti tersebut dari sbuah badan ke badan lain. Jiwa juga tidak terikat oleh kondisi material. Pada dasarnya, jiwa adalah bebas, tidak terikat, suci murni, dan sempurna. Tetapi karena sesuatu sebab, jiwa menemukan dirinya terikat pada materi dan berfikir bhwa ia adalah materi.

Film MahaDewa Syirik ?


Film MahaDewa sukses mengambil hati sorotan mata Indonesia. Isi film itu banyak sekali pelajaran dan hikmah yang kita terima, akan tetapi ada juga yang iri dengan film ini dengan mengatakan film ini syirik karena bertentangan dengan kaidah ajarannya. Di dalam jejaring sosial Facebook ada seorang ustad bernama Perdana Akhmad menceramahi film bernuansa Hindu ini dengan aqidah islamnya. Tak habis pikir melihat ceramah beliau yang begitu rendah pengetahuannya terhadap Agama Hindu

Aneh bin ajaib sebelum tayangan film tersebut mulai sudah di peringatkan/dipaparkan kurang lebih tulisannya seperti ini "cerita ini di ambil dari sebuah mitology kuno..." Tapi lucu yang katanya seorang ustad itu menceramahi sebuah mitology dengan membandingkan secara serius menurut kaidah yang diyakininya. Padahal sudah jelas, film tersebut hanyalah salah satu mitology timur yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan moral dan keTuhanan.

Baca juga: - Apa perbedaan Arca dengan Berhala ?
                 - Tuhan hindu mengadili dirinya sendiri ?

Disini saya mau mencoba menjelaskan kekeliruan yang telah ia sampaikan melalui ceramahnya kepada publik.
Ceramah Ustad yang keliru
1 ) - {   Film Mahadewa tayang di ANTV.
Mahadewa merupakan salah satu nama suci Tuhan dalam agama Hindu, Mahadewa artinya Tuhan Yang Maha Besar, nama lainnya adalah Shiwa. 

Keyakinan ini bertentangan dengan konsep Tauhid dalam Islam. Bahwa Yang Maha Besar itu hanyalah Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala (pada ayat kursi),
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﻌَﻠِﻲُّ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢُ
“ Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar .” (QS. Al Baqarah : 255)
Begitu pula dalam ayat,
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﻌَﻠِﻲُّ ﺍﻟْﻜَﺒِﻴﺮُ
“ Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Saba’ : 23) }


*Penjelasannya Menurut Hindu

Sepertinya Beliau mengomentari masalah Nama dalam hal teology dalam Hindu. Seharusnya kita sudah tau, bahwa Tuhan itu sejatinya tidak dapat di definisikan dan tidak bisa dijelaskan serumit apapun, apa lagi dijelaskan dengan nama. Dalam hal ini, secara langsung beliau menjelaskan Tuhan itu terikat dengan nama. seharusnya sebagai ustad beliau tau hal ini. Sebenarnya masalah nama itu relativ sesuai daya fikir setiap manusia dalam memberi nama yang sempurna untuk sang pencipta. Nama Tuhan itu hanya sarana manusia untuk mengungkapan eksistensi  mengenai konsep ketuhanan yang tidak terdefinisikan itu.

     Dalam keTuhanan Hindu, Tuhan itu tidak terikat sama sekali dengan nama, bentuk/Rupa, tempat dan waktu. Karena Tuhan merupakan sumber dari segala sumber; dia adalah sumber dari segala nama, Awal dari segala awal, pertengahan dan akhir dari segala akhir. 

Hakikatnya jika kita membicarakan ketuhanan dalam hindu itu sejatinya Tuhan  tidak terfikirkan, dalam bahasa Sanskerta keberadaan ini disebut Acintyarupa yang artinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia [Tak terfikirkan/tak terdefinisikan]. KeTuhanan dalam itu artinya Neti-neti; bukan begini, juga bukan begitu. Jika di jabarkan artinya Tidak bisa digambarkan dengan apapun juga. Tidak bisa diserupakan dengan apapun juga. Tidak bisa diungkapkan dengan kalimat serumit apapun juga. Dia melampaui segalanya sekaligus adalah segalanya. Dia Ada. Dia juga Tiada. Dia melampaui Ada dan Tiada. Dia adalah Ada dan Tiada itu sendiri. Tuhan bukan sesosok makhluk. Tuhan bukan berjenis kelamin. Tuhan tidak menempati tempat tertentu. Karena semua tempat berada pada-Nya. Bagaimanakah Dia itu sebenarnya? Tan kêna kinayangapa (Tidak bisa diserupakan dengan apapun juga).

Ini petikan beberapa sloka tentang siapa itu Tuhan beserta sifat-Nya menurut Hindu:

Tuhan sebagai sosok yang tidak terbatas, maha kuasa dan awal dari segalanya
Janmadhyyasya yatah
(Brahma Sutra 1.1.2)
Artinya : Tuhan adalah sumber (asal mula) dari segala yang ada.

Bhagavad Gita 7.7

Wahai Arjuna, tidak ada kebenaran yang lebih tinggi daripada-Ku. Segala sesuatu bersandar kepada-Ku, bagaikan mutiara pada seutas tali. 

Bhgvad Gita 9.4
Aku berada dimana mana diseluruh alam semesta dalam bentukku yang tidak terwujud. Semua makhluk hidup berada dalam diriku , tetapi aku tidak berada didalam mereka yang tidak memiliki kesadaran akan keSemestaan.

Bhagavad Gita 15.15
Aku bersemayam di dalam hati setiap mahluk. Ingatan, pengetahuan dan pelupaan berasal dari-Ku.

Bhagavad Gita 10.8
Aku adalah sumber segala dunia rohani dan segala dunia material. Segala sesuatu berasal dari-ku.

Bhagavad Gita 10.32
Di antara segala ciptaan Aku adalah permulaan, akhir dan juga pertengahan, wahai Arjuna. Di antara segala ilmu pengetahuan, Aku adalah ilmu pengetahuan rohani tentang sang diri [roh/atman], dan di antara para ahli logika, Aku adalah kebenaran sebagai kesimpulan.

Orang Hindu mengucapkan Tuhan dalam berbagai nama sesuai sifat -sifat/Bentuk dari kekuatan Tuhan, seperti contoh;

*Tuhan disebut Brahma dalam sifat/bentuk sebagai maha pencipta Alam Semesta,

*Tuhan disebut visnu dalam sifat/bentuk sebagai pemelihara Alam semesta,

*Tuhan disebut Siva(Siwa) dalam sifat/bentuk melebur/menghancurkan Alam semesta sekaligus pencabut nyawa setiap makhluk yang berbadan.

Serta

*Tuhan bisa di sebut Brahman/Sang hyang Widhi/Allah SWT dalam bentuk sebagai yang tidak terwujud, Maha besar, Maha Tunggal, Maha pencipta, berada di atas segalanya sekaligus segalanya, tak terikat oleh apapun, serta tidak terfikirkan(Acintya Rupa).

*Tuhan disebut Sebagai Paramatman bentuk sebagai yang Berada dimana - mana, meresapi semua ciptaannya, dan merupakan inti diri yang sejati dari setiap makhluk Hidup.

*Dan Juga Tuhan disebut sebagai sang Bhagavan sebagai Tuhan yang turun sebagai Avatara dan mengambil bentuk/Badan ke Dunia dan yang jelas ini merupakan kepercayaan Hindu.
Menyebutkan banyak nama Tuhan bukan berarti Tuhan ada banyak, tetaplah Tuhan hanya satu.
Dalam Bhagavata Purana (Srimad Bhagavatam) skanda I bab 2 sloka 11 menyebutkan :
vadanti tat tattva vidas tattvam yaj jnanam advayam brahmeti paramatmeti bhagavan iti sabdyate
Artinya :  Para rohaniwan terpelajar yang mengenal kebenaran Mutlak menjuluki zat yang tidak nisbi tersebut Brahman, Paramatma dan Bhagavan.

    Dari pembicaraan tentang teologi di atas bahwa Yang Mahakuasa yang tidak terjangkau dengan pikiran. Dia yang maha gaib ini dipanggil dengan berbagai nama sesuai dengan batasan pemikiran orang tersebut, walaupun Ia hanya satu dan Tunggal adanya.

“Ekam eva adwityam Brahma”
Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.

"Eko narayanad na dwityo 'sti kascit"
(Puja Trisandhya)
Artinya :
"Tuhan itu hanya satu dan tidak ada duanya."

Selanjutnya Kekawin Sutasoma pun mengajarkan bahwa Tuhan itu tiada duanya, artinya hanya satu adanya:
(Kekawin sutasoma)
" Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangruwa "
"Walaupun berbeda, tetapi kebenaran tetaplah hanya satu tiada dua"

(Rig-Ved 1.164.46)
“Ekkam sat vipra bhuda vidyante”
" Tuhan hanya satu, orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama."

(Rg-veda 1.164.46)
"indram mitrarn varunam agnim ahur
atho divyah sa suparno garutman
ekarn sadvipra bahudhavadanty
agnim yamam matarisvanam ahuh"
Artinya :
"Mereka menyebut Indra, Mitra, Varuna, Agni dan Dia Yang Bercahaya yaitu Garutman yang bersayap indah. Hanya satu Tuhan itu, tetapi orang yang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan."

Dalam ceramahnya yang pertama, beliau sudah sangat terlihat tidak memahami sifat² keTuhanan Hindu. Kajian ini ibarat lapisan² yang terdapat pada Bumi, beliau hanya melihat pengetahuan dari sisi lapisan keraknya saja, dan belum melihat lapisan inti Bumi yang merupakan kesimpulan dari lapisan sebelumnya) *

Baca juga: Fanatisme lebih buruk dari takhayul 
                 -  Perjuangan gadis pindah ke Hindu




2 ) - { Shiwa di bumi bersemayam di Kailasha, nama tempat tersuci di puncak gunung Himalaya. Menurut keterangan kitab suci agama Hindu, puncak ini dipercaya perbatasan antara alam nyata dengan surga.
Gunung himalaya dipercaya gunung
paling suci umat Hindu, seperti dinyatakan di dalam Bhagavad Gita; "Di antara gunung, Aku adalah Himalaya", di gunung inilah bhatara
Shiwa beryoga. 

Berbeda sekali dengan Tuhannya umat Islam, kita beriman bahwa Allah beristiwa' di Arsy dilangit ketujuh. Dan yang suka bersemayam di gunung itu sesungguhnya malah bangsa jin yang disembah manusia hehehe. }

Kita tentu sudah tahu bahwa Gunung merupakan wilayah yang sakral. Dalam hal ini kita bisa mengibaratkan Gunung merupakan bentuk tingkatan spritual bagi manusia, sedang kan Dewa Siwa sebagai inti dari sang diri yang diibaratkan sebagai titik tertinggi di puncak gunug Everst. Kita tentu sudah tidak asing lagi bahwa puncak tertinggi di dunia adalah puncak Everest di pegunungan Himalaya. Dengan kata lain, Gunung merupakan tingkatan pencapai tertinggi dari Ilmu Spritual seseorang. Semakin tinggi tingkat spritual, Pemahaman, dan pengetahuan seseorang terhadap kesadaran sang diri, maka ia akan menemui hakikat dari inti sang diri.

     Dalam keberadaan/tempat Tuhan, sebelumnya sudah di jelaskan, Bahwa Tuhan dalam Hindu tidak terikat sama sekali oleh Tempat apapun. Tuhan berada dimana - mana dalam bentuknya yang tidak terwujud, karena semua ciptaan ini adalah mamnifestasi Tuhan,

Bhagvad gita 9.4
Aku berada dimana mana diseluruh alam semesta dalam bentukku yang tidak terwujud (Paramatman). Semua makhluk hidup berada dalam diriku (Brahman), tetapi aku tidak berada didalam mereka (Bhagavan).

Coba kita berfikir rasional, seberapa besar tempatNya jika dikaitkan Tuhan itu maha besar dan maha segalanya, alangkah lucunya jika Tuhan memiliki tempat yang Tuhan sendiri itu terbebas dari segalanya dan di luar dari segala galanya sekaligus segalanya. Karena semua yang ada itu berada pada diri Tuhan YME yang sebagai ciptaanya dan terbuat dari segelintir dari kekuatan Tuhan YME yang kekuatannya itu berasal dari bagian dirinya.
Perhatikan sloka berikut:

Bhagavad gita 7.4
tanah, air, api, udara, angkasa, pikiran, kecerdasan dan keakuan yang palsu- secara keseluruhan delapan unsur ini merupkan tenaga-tenaga material yang terpisah dariku.

Bhagavad gita 9.10
Alam material ini, salah satu di antara tenaga-tenaga-k­u, bekerja di bawah-ku, dan menghasilkan semua makhluk baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, wahaiputera kunti. Di bawah hukum-hukum alam material, manifestasi­ ini diciptakaan dan dilebur berulangkali.

Bhagavad gita 10.8
Aku adalah sumber dari segala dunia rohani dan segala sumber dari segala dunia material.

Bhagavad gita 10.40
Ketahuilah bahwa segala ciptaan yang hebat, indah dan ajaib hanya berasal dari segelintir dari kemuliaanku.

Dalam pandangan agama Hindu, Tuhan bersifat panteistik, yang melingkupi ciptaan (imanen) dan sekaligus di luar ciptaannya (transenden) . Menurut pandangan Hindu Tuhan tidak saja lebih besar dari ciptaannya, tetapi juga dekat dengan ciptaannya. Kalau Tuhan hanya ada di satu tempat di langit ketujuh, berarti Ia ada di satu noktah kecil di dalam ciptaannya. Oleh karena itu Dia tidak Mahabesar. Agak mirip dengan pengertian ini, di dalam agama Hindu, dikenal ajaran tentang Avatara, yaitu Tuhan yang menjelma menjadi mahluk, yang lahir dan hidup di bumi –  seperti Rama dan Krishna – menyampaikan ajarannya di bumi langsung kepada manusia tanpa perantara.
(Fikirkan lagi itu)



3 )   -{ Dikisahkan pada film Mahadewa
adalah Shiwa, Tuhan yang berpribadi sebagai Yogin/pertapa, sehingga seolah-olah seperti manusia. 

Hal ini bertentangan dengan konsep Ketuhanan dalam islam bahwa Allah tidak sama dengan manusia:

“Tidak ada yang menyerupainya sesuatu pun, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (As Syuro 110) }

(Coba kita kaji seksama kalimat di atas, di cerita mitology itu siva "Seolah - olah seperti manusia", Dalam hal kecil seperti ini beliau tidak mengerti, "seolah olah" itu bukan berarti Tuhan itu Manusia. Dalam hindu Tuhan itu memang tiada makhluk yang menyerupainya. TETAPI bagi Tuhan "Tiada Makhluk yang tidak bisa Tuhan serupai" dengan kata lain, semua perwujudan yang tiada batasnya itu sejatinya adalah dia.
Perhatikan :

Bhagavad gita 10.40
Wahai penakluk musuh yang agung ( Arjuna ), perwujudan - perwujudan rohani-ku (Tuhan) tidak ada batasannya. Apa yang telah kusabdakan kepadamu hanya sekedar petunjuk saja tentang kehebatan rohani-ku (Tuhan) yang tidak terhingga.

Pewujudan Tuhan bukan berarti Tuhan utuh bulat-bulat mewujud. Perwujudan Tuhan berarti ada sedikit kekuatan-Nya yang mewujud. Kekuatan-Nya ini bisa digapai oleh beberapa pribadi makhluk yang memiliki tingkat kesucian bathin. Sehingga makhluk-makhluk itu lantas bisa disebut sebagai perwujudan Tuhan. Namun kalau mau dikaji lebih dalam, semesta ini bahkan seluruh makhluk yang ada didalamnya adalah perwujudan Tuhan. Bagaimana mungkin keberadaan semesta dan makhluk menjadi ada jika bukan dari Tuhan? Adakah sesuatu selain Tuhan sebagai cikal bakal semesta dan makhluk ini? Tidak ada. Semua bersumber dari Tuhan itu sendiri.

Hindu memiliki dua konsep ketuhanan yaitu berwujud dan tidak berwujud yang keduanya dibenarkan sebagai objek pemujaan, namun yang paling tinggi itu adalah adalah konsep Tuhan yang tanpa wujud.
perhatikan :
Bhagavad-gita 12. 5
Kesukaran pada orang yang pikiranya terpusat pada Yang Tak-termanifestasikan lebih besar, sebab Yang Tak-termanifestasikan sukar dicapai orang yang dikuasai oleh badan fisiknya [Panca Indra].

  Dalam Hindu sosok Tuhan adalah sosok yang berada diatas segala-galanya, sosok yang tidak terpengaruh oleh situasi ciptaannya, yang sangat berbeda dengan konsep keTuhanan dari agama Abrahamik yang memperlihatkan sosok Tuhan begitu terpengaruh, bahkan tenggelam dalam situasi yang dialami ciptaaannya dalam segala penggambaran dari kemurkaan Tuhan akibat dari tidak diturutinya konsep penyembahan tertentu. Dimana dalam agama Hindu menyatakan bahwa pada dasarnya Tuhan memiliki beberapa eksistensi yaitu:

         1) Paranàma
           Tuhan dalam wujud energi yang tidak tampak. Tidak berwujud". Beliau hanya merupakan sinar yang tanpa bentuk. Dalam istilah lain Tuhan seperti ini juga disebut Nirguna Brahman. Nir, berarti' tidak', Nirguna, berarti tidak memiliki sifat Triguna (Sifat Triguna itu adalah sifat: Satwika, Rajasika dan Tamasika', bebas dari sifat-sifat apa pun.). Brahman yang seperti ini juga disebut Nirkara yang artinya ' tidak berbentuk.

         2) Wyuhanàma
            Tuhan hanya dapat dilihat oleh Para Dewa, terbaring di atas lautan yang berada di atas Nagasesa. Tuhan yang seperti ini oleh Umat Hindu di Bali disebut Hana Tan Hana yang artinya,' Ada tetapi Tidak Ada'. Maksud dari ungkapan itu adalah bahwa Tuhan diyakini ada, tetapi tidak berbentuk dan sangat jarang atau hampir tidak pernah dilihat, sehingga disebut Hana tan Hana.

         3) Wibhawanaama
Tuhan yang disebut Wibhawanaama adalah Tuhan yang berbentuk. Dalam istilah lain Tuhan yang seperti ini juga disebut Sakara Brahman atau Saguna Brahman. Artinya Tuhan berwujud dan sekaligus mempunyai sifat atau guna. Tuhan memiliki bentuk agar para mahluk hidup dapat berhubungan dan dekat secara fisik dan emosional sehingga ini dapat meningkatkan kualitas dari nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual umat manusia

         4) Antaraatmanaama
Tuhan berbentuk seperti yang ditempatinya atau Tuhan meresapi seluruh ciptaan-Nya. Tidak ada segala sesuatu yang tidak berisi resapan Tuhan. Secara ilmiah dapat dikatakan bahwa Tuhan dalam wujud yang paling kecil adalah atom yang di dalam bahasa Sanskerta disebut anu. Anu ini dibedakan menjadi dua bagian yakni Danabhaga dan Vibhaga dalam istilah modern Danabhaga adalah unsur molekul yang mengandung muatan positif dan Vibhaga adalah unsur negatif. Molekul yang mengandung muatan unsur positif inilah disebut proton dan unsur muatan yang negatif disebut elektron (Vibhaga). Unsur Danabhaga (positif) senantiasa, tidak pernah berhenti mengejar unsur yang bermuatan Vibhaga (negatif). Bentuk pengejarannya itu berbentuk clips. 

Di dalam istilah modern muatan positif atau proton senantiasa mengejar yang bermuatan negatif (elektron). Di dalam kehidupan para Dewa, terutama Dewa Siwa yang disebut juga Siwa Nataraja, adalah Siwa yang menari. Dewa Siwa Nataraja ini menari yang melambangkan tarian jagat raya atau tarian kosmik. Tarian kosmik itu sebenarnya adalah gerakan universal jagat raya dalam wujud pengejaran Danabhaga mengejar Vibhaga yang berbentuk elips. )



4 )    -{ Dewa Syiwa memiliki 4 sakti/istri. 
Salah satunya adalah Dewi Sati, putri Dewa Daksa (Daksa adalah putra Dewa Brahma)

Dalam Film Mahadewa juga akan
diceritakan percintaan Dewa Shiwa, hingga lahirnya Ganesha dan Kartikeya (di Bali disebut Dewa Kumara, Dewanya para anak kecil).

Keyakinan adanya Tuhan yang beristri dan punya anak bertentangan dengan Firman Allah :

"Dia tidak beristri dan tidak beranak" (Qs 6:101)
"Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri" (Qs 6:101)
"Maha suci Allah dari yang mempunyai anak" (Qs 4:171) }

( Melihat komentar ini terhadap apa yang dia copas itu tidak konsisten... Kenapa ? Coba perhatikan antara ayat yang satu dengan ayat lain, ini saya yang salah liat, atau ustadnya yang salah copas, atau memang benar seperti itu adanya ? Yasudah, itu tidak penting.

   Dalam kisah mitology di atas di jelaskan bahwa dalam penggambaran Tuhan yang memiliki anak itu sebenarnya sebuah makna dari kesetiaan suami istri dengan meletakkan nama Tuhan yang berperan dalam ceritanya, hal ini sekaligus mengandung filosofi dari kebaikan Tuhan demi menghancurkan sifat iblis dari Daksa dengan mengorbankan istri beliau serta Siva yang Turun ke Bumi dan yang jelas kisah itu hanya kiasan, Bukan kejadian sebenarnya. Serta dari filosofi lainnya yang merupakan Sathi/Parwati adalah simbol kesaktian atau kekuatan batin bawah sadar dalam diri manusia. Sedangkan Siwa adalah simbol kebijaksanaan atau Kecerdasan Atas Sadar. Keduanya layak disatukan, karena kebijaksanaan tanpa kekuatan akan menjadi lumpuh, dan kekuatan tanpa kebijaksanaan akan membuat manusia mudah membabi-buta.
Tubuh manusia adalah simbol materi semesta. Sathi/Parwati adalah simbol kekuatan, kesaktian atau energi alam semesta. Dan Siwa adalah simbol Kecerdasan Semesta Tak Terbatas.

   Sathi/Parwati mengambil wujud manusia karena begitulah energi semesta melekat pada setiap unsur materi semesta. Ketika ketiga unsur semesta itu menyatu; Materi, Energi dan Kecerdasan Semesta Tak Terbatas, maka dari situ barulah bisa lahir kehidupan. Karena saat tubuh materi mahluk hidup telah bergabung dengan kekuatan atau energi (Sathi/Parwati), lalu diberi Jiwa (Siwa), disitulah kehidupan dimulai.

    Dalam hindu Tuhan tidaklah mempunyai istri atau anak, melainkan semua yang di ciptakan Tuhan adalah anak Tuhan, dan sejatinya semua makhluk hidup adalah Tuhan yang memiliki kehendak terbatas dengan memiliki kepribadian masing-masing sesuai tingkat spritual masing-masing. Akan tetapi semua tidak sadar karena terbelenggu oleh Avidya (ketidak Tahuan/Kebodohan) dan ke egoan.

Apakah benar konsep Veda menyatakan bahwa Tuhan beranak?

Untuk menjawab permasalahan ini, kita tidak bisa lepas dari konsep badan. Apakah kita adalah badan material ini ataukah sesuatu di balik badan ini? Kepercayaan agama-agama rumpun Semitik/Abrahamik yang mencap diri sebagai agama Langit, umumnya tidak bisa membedakan konsep badan dan diri kita yang sejati ini. Dalam sebuah diskusi dengan seorang rekan Kristen dan Islam, saya mendapat kesimpulan bahwa menurut mereka kita ini adalah badan ini ditambah dengan Ruh/jiwa yang ditiupkan oleh-Nya sehingga memungkinkan badan yang diciptakan dari tanah lihat oleh Tuhan ini bisa hidup.
 Tentunya faham ini sangat jauh berbeda dengan konsep ajaran Hindu yang menyatakan bahwa kita ini bukan badan material. Kita adalah sang Jiva/roh yang kekal abadi.

Veda menyatakan bahwa sang roh memiliki sifat-sifat yaitu; tak termusnahkan (avinasi), abadi (avyayam), kekal (nityam), tak terhancurkan (ana-sinah), tak terukur secara material (aprameyam), tak terlahirkan (ajah) permanen (sasvatah), ada sejak dahulu kala (puranah), tak terlukai senjata apapun (na cindanti çastrani), tak terbakar oleh api (na dahati pavakah), tak terbasahi oleh air (na kledayanti apah), tak terkeringkan oleh angin (na sosayati marutah), tidak bisa dipotong-potong/dipecah-pecah (acedyah), tidak bisa dibakar (adahyah), tidak larut kedalam air (akledyah), tidak terkeringkan (asosyah), bisa berada dimana (sarva-gatah), tidak pernah berobah (sthanuh), tak tergerakkan (acalah), selamanya sama (sanatanah),tak berwujud material (avyaktah) tak terpahami secara material (acintyah), tidak pernah berubah (avikaryah) dan tak bisa dibunuh (avadyah) (Bhagavad Gita 2.17-25). Dikatakan pula bahwa sang roh selamanya merupakan individu spiritual kekal abadi baik ketika berada di dunia fana maupun ketika berada di dunia rohani
perhatikan

Bhagavad Gita 2.12
Pada masa lampau tidak pernah ada sesuatu saat pun aku, engkau maupun semua raja ini tidak ada; dan pada masa yang akan datang tidak satupun di antara kita semua akan lenyap.

Bhagavad Gita 2.16
Orang yang sudah melihat kebenaran sudah menarik kesimpulan bahwa apa yang tidak ada [Badan fisik] tidak tahan lama dan yang kekal [sang roh] tidak berubah. Inilah kesimpulan mereka setelah mempelajari sifat kedua - duanya.

sehingga dengan demikian pada dasarnya kita sebagai roh tidak pernah beranak, malainkan yang beranak dan berkembang biak itu adalah badan kita ini. Pada saat badan material ini melakukan hubungan badan dan terjadi pembuahan, maka roh individu yang berbeda dari roh individu yang berada dalam badan material sang ayah dan sang ibu akan masuk ke dalam janin tersebut dan tumbuh menjadi individu yang terpisah dari kedua orang tuanya (perhatikan Bhagavata Purana 3.31.2- 4 dan 10). Secara fisik material antara anak dan orang tua ini memiliki hubungan yang erat. Sang anak mewarisi genetik dan ikatan kekerabatan, namun jika dipandang dari kedudukan dasar kita sebagai roh yang individu, maka pada dasarnya diri kita tidak ada hubungan apa-apa dengan kedua orang tua kita kecuali dalam kemiripan hasil perbuatan berdasarkan hukum karma yang membuat kita dipertemukan dalam satu keluarga yang sama.

Tuhan sebagai Roh yang utama dan absolut juga memiliki kualitas yang serupa dengan karakter roh mahluk hidup sebagaimana sudah dikutip di atas, namun berbeda secara kuantitas. Tuhan Yang Maha Esa memiliki kehebatan dan kekuasaan yang tidak terbatas, namun sang roh tidak (Acintya Bhedaabheda tattva).
Sang roh tetap hanya merupakan pelayan abadi dari Tuhan, jivera svarupa haya krsna nitya dasa, (CC Madhya-Lila 20.108). 

Ekale isvara krsna ara saba bhrtya, pengendali hanya satu yaitu Tuhan, semua yang lain adalah para pelayan-Nya (CC Adi-Lila 5.142).
 Melihat sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan sifat-sifat sang roh, bukankah Tuhan juga sebenarnya tidak beranak? 


5)   -{ Dewa Daksa pada film Mahadewa digambarkan sebagai Dewa pencipta yang arogan terhadap Shiwa, sehingga Shiwa akan memenggalnya dan diganti dengan kepala Kambing.

Kita bisa lihat tuhan-tuhan dalam agama hindu saling berselisih dan berperang saling membinasakan, sungguh benarlah firman Allah :

”Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan- tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa,” (Al-Anbiya’: 22)

”Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta- .Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing- masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” (Al-Mu’minun : 91)

Saya (Penulis) punya hubungan emosi yang khusus pada Dewa Syiwa ini, dewa syiwa pernah mendatangi saya dalam meditasi dan saya sudah disesatkannya. Dewa syiwa ini bukan Tuhan melainkan Jin yang memang memiliki kesaktian yang tinggi yang bertugas menyesatkan manusia.  }

( Sudah di duga bahwa beliau tidak mengerti apa² terhadap apa yang dia copas dari blog sebelah, dan tidak mengetahui sama sekali hakikat kebenaran sejati dalam konsep Ketuhanan Hindu beserta Dewa dewinya. Sungguh sayang sekali ya, title yang namanya ustad itu sama sekali tidak menjamin dan tidak sesuai dari fikiran, ucapan dan perbuatannya, sungguh memalukan. 

Saya tambahkan sedikit lagi.
Dalam hindu, dewa dan dewi berbeda dengan Tuhan, Dewa dan Dewi bukan lah Tuhan, tapi sejatinya Tuhan adalah Dewa Dewi itu sendiri. Dewa Dewi itu berbeda dari sifat Tuhan, tapi Tuhan sama dengan Dewa Dewi dan memiliki semua apa yang dewa dewi miliki. Kita ambil contoh gampangnya sajah, dari pembahasan sebelumnya di atas, saya menjelaskan bahwa Tuhan meresapi semua yang ada, termasuk dalam diri manusia, sejatinya manusia adalah Tuhan, tapi Tuhan dalam kehendak terbatas, begitu juga Dewa Dewi yang merupakan bagian dari Tuhan dan diberikan kekuatan dari Tuhan untuk menjalankan Tugasnya itu yang jika di ibaratkan seperti tangan Tuhan. 

Dewa berasal dari kata "Div" yang artinya sinar suci, jika di simpulkan, dewa dewi merupakan Sinar suci dari Tuhan YME.

Mari kita tengok dan pelajari sekali lagi sloka demi sloka yang berkenaan dengan dewa dan Tuhan.

1.      Rg.Veda X. 129.6 
“Setelah diciptakan alam semesta dijadikanlah Dewa-dewa itu“
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dewa-dewa diciptakan setelah alam semesta material tercipta, berarti dewa adalah ciptaan Tuhan.

2.      Manawa Dharmasastra 1.22 
“Tuhan yang menciptakan tingkatan Dewa-Dewa yang memiliki sifat hidup dan sifat gerak“
Dalam sloka ini dikatakan Dewa adalah ciptaan Tuhan dan memiliki karakter yang sama dengan mahluk hidup, yaitu sifat hidup dan juga bergerak.

3.      Bagavad gita 9.23 
“Orang orang yang menyembah dewa-dewa dengan penuh keyakinan sesungguhnya hanya menyembahku, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang keliru, hai  putra Kunti“
Arti dari sloka itu adalah ketika para bhakta atau pemuja memuja para Dewa, mereka lupa bahwa mereka memuja yang satu, yaitu Tuhan YME. Akhirnya mereka bertengkar karena sifat ego dan saling menyalahkan satu sama lain. Inilah cara memuja para Dewa secara keliru.

    Denngan kata lain Dewa adalah mahluk ciptaan Tuhan yang mengemban misi-misi tertentu. Ada Dewa Indra yang menjaga Surga, Dewa Bayu yang menguasai angin, dewi Pertiwi yang menguasai Bumi dan sebagainya.
Dari sloka idi atas dapat kita simpulkan bahwa Tuhan dan dewa adalah berbeda dengan Tuhan, tetapi sejatinya semua ini adalah Tuhan. Jadi adakah sesuatu selain Tuhan sebagai alat dan bahan untuk mewujudkan semesta dan makhluk ini? Tidak ada. Semua bersumber dari Tuhan itu sendiri.
Serta itu semua adalah segelintir dari kemuliaan Tuhan yang tak terbatas itu.
Dari pembicaraan Teologi di atas, kita sudah dapat menyimpulkan bahwa Ustad tersebut dengan pengetahuan yang sangat rendahnya mengomentari dan menCap bahwa tayangan Film MahaDewa Syirik, bagaikan tong kosong nyaring bunyinya.

Sekian dari Ulasan saya mengenai Kesyirikan MahaDewa. jika ada salah kata dan kalimat yang menyinggung Mohon Maaf, karena jika ada api pasti ada asap. Sekian dan terimakasih
            Om santih santih santih Om



Follow us on Facebook

Translate