Home » » Mengenal Tat Twam Asi atau Sira Iku Ingsun (Kamu adalah Aku)

Mengenal Tat Twam Asi atau Sira Iku Ingsun (Kamu adalah Aku)

TAT TWAM ASI (तत् त्वम् असि)

Tatwam Asi merupakan filsafat kuno yang menegaskan bahwa manusia bukanlah suatu individu, melainkan suatu kesatuan dari alam semesta yang mewujud menjadi sekarang ini. 

Dalam suatu cerita dari timur, ada pemuda yang sangat pandai di berbagai bidang ilmu pengetahuan, namanya Svetaketu.
Dalam usia yang tergolong masih muda, Svetaketu telah menguasai berbagai cabang ilmu. Ia baru berusia 24 tahun, namun para cendekiawan dan sarjana senior yang jauh lebih tua mengakui penguasaannya. Sayangnya, bersama pengetahuan datang pula keangkuhan.

Resi Gotama, Ayah Svetaketu melihat kesia-siaan putranya. Suatu hari ia memanggil anaknya dan berkata, "Shvetaketu, berbagai cabang ilmu telah kau kuasai, tetapi apakah kau bisa mendengar Ia yang tak terdengar? Merasakan Ia yang melampaui segala macam rasa? Dan, mengetahui Ia yang berada di atas segala macam pengetahuan? Apakah ilmu itu pun telah kau kuasai?"


Svetaketu bingung, setelah membisu sebentar ia menjawab, "Adakah ilmu semacam itu?"

"Ada, dan kau dapat menguasainya" jawab sang ayah.

"Bagaimana, Ayah? Tolong ajarkan kepadaku." Svetaketu baru menyadari kegagapannya. Ternyata masih ada ilmu yang belum dikuasainya. Ilmu yang jauh lebih penting daripada segala macam cabang ilmu yang pernah dipelajarinya.

Resi Gotama menjelaskan, "Tanah liat di seluruh dunia berada di luar jangkauanmu. Namun, segumpal tanah liat berada dalam jangkauanmu. Dengan mengetahui sifat segumpal itu, kau dapat mengetahui sifat tanah secara keseluruhan, secara utuh. Dengan mempelajari sifat benda-benda yang berada dalam jangkauanmu, kau dapat mempelajari sifat Yang Tak Terjangkau!"

"Aku masih bingung, ayah," tanggap Svetaketu jujur.

"Tanah liat itu digunakan untuk membuat berbagai macam peralatan, bahkan mainan, patung, dan lain sebagainya. Bentuk peralatan dan benda-benda itu memang beda, tetapi intinya satu dan sama, tanah liat. Nama dan sebutan yang kita berikan pada setiap benda beda, namun perbedaan itu pun tidak mempengaruhi inti setiap benda. Walau berbeda bentuk, wujud atau rupa, maupun nama atau sebutannya, bahan dasarnya masih tetap sama, tanah liat."

"Contoh lain, emas. Kita menggunakannya untuk membuat berbagai macam perhiasan. Setiap perhiasan beda bentuknya, beda pula sebutannya, namun bahan bakunya tetap satu dan sama. Beda rupa dan nama adalah pemberian manusia; buatan kita. Kita membentuk tanah liat dan emas sesuai dengan kebutuhan kita. Nama atau sebutan pun semata untuk mempermudah perkenalan rupa yang beda-beda itu."

Tak ada yang sulit dipahami. Svetaketu mengerti.

"Nama dan rupa berasal dari manusia. Bahan baku bersifat alami. Nama dan rupa berbeda dan dapat berubah. Bahan bakunya tetap sama, tidak ikut berubah."

"Saya baru paham, Ayah. Terima kasih. Tapi saya ingin tahu lebih banyak... lebih banyak tentang gumpalan tanah yang dapat kupelajari untuk mengetahui sifat tanah liat. Adakah kitab yang harus kubaca untuk itu?" Svetaketu masih tidak dapat memisahkan diri dari pengetahuan yang diperoleh dari buku, dari sumber-sumber di luar diri. Resi Gotama tersenyum, "Svetaketu, janganlah kau terjebak oleh lembaran kitab. Pengetahuan yang kau peroleh dari kitab hanyalah satu sisi dari Pengetahuan Sejati. Keseluruhannya hanya untuk menyadarkan dirimu bahwa masih ada yang jauh lebih tinggi, lebih mulia. Sesuatu yang tak tertuliskan, tak terjelaskan lewat kata-kata. Pengetahuan Sejati adalah Pengetahuan tentang Sifat yang Satu itu. Segala sesuatu dalam alam ini berasal dari Yang Satu Itu." Svetaketu mengangguk-angguk, dan ayahnya meneruskan, "Untuk memahaminya pelajarilah dirimu. Svetaketu, gumpalan tanah liat itu adalah dirimu. Tat Twam Asi __Itulah Kau. Dengan mempelajari diri yang berada dalam jangkauanmu, kau dapat mengetahui sifat dasar Yang Tak Terjangkau Itu!"

Resi Gotama menjelaskan lebih lanjut, "Awal mula, Keberadaan itulah Yang Ada.

"Walau ada yang berpendapat bahwa Ketiadaan itulah yang abadi, Ketiadaan itulah yang ada pada awalnya, tetapi mungkinkah Keberadaan berawal dari Ketiadaan?"

Tentunya tidak bisa, kecuali bila Ketiadaan itulah Keberadaan; kecuali, ketiadaan itulah "definisi kita" tentang Keberadaan; kemudian, Ketiadaan itulah Keberadaan "bagi kita". "Unsur unsur dasar dalam alam ini: tanah, air, api, angin, dan ruang kosong atau langit, semuanya berasal dari Keberadaan itu. Kita semua berasal dari Keberadaan itu. Dunia benda ini, segala yang terlihat maupun tak terlihat oleh mata, semuanya berasal dari Keberadaan. Dan, setiap kita tertidur(tertidur lelap tanpa mimpi) kita kembali menyatu dengan Keberadaan yang adalah Kebenaran Sejati dibalik segalanya, yang menjadi dasar bagi segalanya."

"Bila memang demikian," tanya Svetaketu, "kenapa kita tidak mengingatnya saat terjaga kembali? Kenapa kita tidak mengetahuinya? Kenapa kita masih merasakan perbedaan yang disebabkan oleh nama dan rupa yang berbeda-beda?"

Sang resi menjawab, "Madu terbuat dari sari sekian banyak bunga... bunga-bunga yang berbeda warna, bentuk, dan nama. Sari setiap bunga ada di dalam madu, namun mereka tidak bisa berkata lagi, `Aku sari bunga mawar' atau `Aku sari bunga melati'. Demikian juga dengan bunga-bunga lain. Dalam keadaan tidur lelap tanpa mimpi, bagaikan sari setiap bunga kita menyatu dengan Keberadaan. Saat itu, tidak ada lagi perbedaan antara jiwa yang menghuni badan manusia atau badan hewan."

"Saat terjaga, identitas badan kembali berperan. Identitas berdasarkan nama dan rupa kembali memisahkan manusia dari makhluk lain, bahkan seorang manusia dari manusia lain."

"Kita semua, tanpa kecuali, setiap saat keluar dari alam kesadaran murni Keberadaan dan memasukinya kembali, namun kita tidak menyadarinya. Persis seperti seorang pejalan kaki yang melewati jalan raya di mana terpendam harta karun di bawah tanah. Ia melintasi jalan itu, tetapi tidak menyadari keberadaan harta karun di bawahnya."

"Dan, seperti itu pula kesadaranmu, Shvetaketu. Khazanah, harta karun kesadaran murni ada di dalam dirimu. Selama ini kau tidak menyadarinya. Sesungguhnya, Shvetaketu, Tat Twam Asi__Itulah Kau!"






0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara sopan dengan menggunakan bahasa baku yang baik dan benar demi menghindari spam.

Follow us on Facebook

Translate