Mengenal makna, arti dan filosofi saput poleng kain khas Bali
Jika kita kerumah orang bali maupun keBali itu sendiri maka kita akan melihat disekitar rumahnya terdapat gapura, patung, atau pohon yang diselimuti kain bermotiv kotak-kotak yang bercorak hitam dan putih.Nama lain dari kain kotak-kotak bercorak hitam putih yang seperti papan catur itu iyalah ‘saput poleng’. Di Bali sendiri saput poleng ini bertebaran dan menyelimuti pohon khusus terntentu, baik di depan rumah, didalam pura(Tempat Ibadah Hindu Bali), maupun di pinggir-pinggir jalan.
Dalam benak masyarakat awam yang belum mengetahui makna dan tujuan kain poleng ini mungkin akan merasa aneh, gimana tidak aneh, masa pohon diselimuti baju. Dalam ulasan ini kami akan menjelaskan filosofis dari saput poleng tersebut. Makna filosofis Saput poleng merupakan bentuk dasar dari jagat raya kita yaitu positif dan negatif yang dalam kajian masyarakat Bali dikenal sebagai istilah Rwa Bhineda. Rwa Bhineda adalah dua sifat yang bertolak belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, bersih kotor, atas-bawah, suka-duka dan sebagainya.Saput Poleng dalam bahasa bali terdiri atas kalimat ‘saput’ yang artinya selimut, dan ‘poleng’ yang artinya belang. Selimut belang yang bermotiv papan catur dan bercorak hitam putih ini merupakan khas bali. Dalam konteks tradisi di Bali, ‘saput’ bermakna busana yang dalam bahasa Bali disebut ‘wastra’. Hingga akhirnya saput poleng diartikan sebagai ‘busana bermotif kotak kotak dan bercorak hitam putih’ yang dipergunakan secara acara khusus.
Jero Mangku Widya, sesepuh spiritual muda asal Denpasar, menjelaskan bahwa warna kotak-kotak hitam putih itu merupakan simbol Rwa Bhineda.
"Kalau di Tiongkok ada yang namanya Ying dan Yang maksudnya adalah didunia ini terdiri atas positif dan negatif" kata Jero Mangku Paksi, Sabtu 20 Februari 2016.
Penyematan kain itu terhadap sesuatu itu adalah simbol. Jika sebuah pohon atau patung dikenakan kain tersebut, kata Jero Mangku Widya, di sana bersetana (bersemayam) dzat yang menghitam-putihkan dunia ini. Artinya disetiap sisi itu segala sesuatu berstana sifat hitam dan putih dan keduanya harus seimbang, dan kain poleng itu dimaksudkan untuk penyeimbang antara hitam dan putih dari suatu sisi di Bumi ini.
"Jika terdapat tugu yang diselimuti kain hitam putih kotak-kotak, berarti yang bersetana di tugu itu adalah yang menghitam-putihkan areal pura tersebut," jelas dia.
Namun hakikatnya, Jero Mangku menambahkan, warna hitam putih pada kain poleng merupakan manifestasi keseimbangan alam jagat raya.
"Rwa Bhineda itu ada hitam ada putih, ada benar ada tidak benar, ada bersih ada kotor. Intinya adalah keseimbangan alam," tutup Jero Mangk
Jenis-Jenis Poleng di Bali
Menurut tradisi terdapat tiga jenis Saput Poleng yaitu Saput Poleng Rwa Bhineda, Saput SPoleng Sudha Mala dan Saput Poleng Tri Datu. Saput poleng Rwabhineda bercorakan putih dan hitam. Warna terang dan gelap sebagai symbol baik dan buruk sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Saput poleng Sudha Mala bercorakan putih, hitam dan abu. Abu sebagai peralihan hitam dan putih yang artinya menyelaraskan atau menyeimbangkan antara baik dan buruk. Sedangkan Saput Poleng Tridatu berwarna putih, hitam dan merah. Merah simbol rajas (ke-energikan), hitam adalah tamas (kemalasan), dan putih simbol satwam (kebijaksanaan, kebaikan).Saput Poleng sebagai simbul tradisi umat Bali digunakan oleh para pecalang(Orang yang menertibkan jika ada kegiatan adat), patung penjaga depan gerbang, kulkul/kentongan, balian(Orang Spritual Bali), dikenakan oleh dalang wayang kulit ketika melaksanakan pangruwatan/penyucian, pada pohon-pohon tertentu, maupun pada tempat suci yang diyakini berfungsi sebagai penjaga. Pada intinya makna Saput Poleng itu bertujuan untuk menjaga agar terjadi keselarasan antara energy negative dan energy positive.
Penggunaan ‘Saput Poleng’ Kain Kotak Hitam-putih pada tradisi BaliSaput poleng ini khusus dalam artian: Tidak boleh di kenakan di sembarang tempat maupun sembarang benda, acara atau kesempatan. Melainkan hanya boleh ditempat, benda, dan acara khusus tertentu saja.Di Bali, Pura yang dikenakan Saput Poleng masing-masing disebut ‘pelinggih’. Dalam bangunan tempat suci Hindu Bali ini terdapat kelompok yang memiliki tata letak khas yang terdiri dari Tri Mandala atau tiga wilayah yaitu: 1. Utama Mandala, ini merupakan wilayah yang paling dalam yang sering disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jeroan’ untuk menyebut Mandala Utama.2. Madya Mandala, ini merupakan wilayah tengah Pura yang sering disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jaba Tengah’.3. Nista Mandala, ini merupakan wilayah Pura yang paling luar yang biasa disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jaba Pisan’Untuk penggunaan saput poleng pada Pura ini khususnya dipergunakan untuk bangunan pura bagian luar atau Nista Mandala termasuk Patung penjaga gerbang yang berada diwilayah paling luar Pura. Selain di patung, juga dipergunakan sebagai umbul-umbul dan paying yang biasa ditancapkan pada wilayah pura paling luar.Saput oleng dalam Rumah Orang Bali.Dalam pekarangan dan rumah orang Bali memiliki struktur seperti Pura yang ada dibali yaitu memaki konsep Tri Mandala dan juga untuk mempergunakan Saput Poleng ini tidak beda jauh dengan yang ada di Pura yaitu di wilayah paling luar, di pura dalam rumah oran Bali, dan di patung penjaga gerbang yang terdapat di sisi kiri dan kanan gerbang.Saput Poleng sebagai busana khas orang Bali.Saput poleng ini dipergunakan oleh masyarakat Bali sebagai busana khas mereka. Namun Saput Poleng ini tidak boleh dipergunakan sembarang kesempatan, melainkan khusus dipergunakan hanya pada saat sedang melaksanakan tugas adat yang berhubungan dengan upacara/upakara di wilayah luar baik itu di pura, rumah atau desa adat.
Mengenal makna, arti dan filosofi saput poleng kain khas Bali
Jika kita kerumah orang bali maupun keBali itu sendiri maka kita akan melihat disekitar rumahnya terdapat gapura, patung, atau pohon yang diselimuti kain bermotiv kotak-kotak yang bercorak hitam dan putih.Nama lain dari kain kotak-kotak bercorak hitam putih yang seperti papan catur itu iyalah ‘saput poleng’. Di Bali sendiri saput poleng ini bertebaran dan menyelimuti pohon khusus terntentu, baik di depan rumah, didalam pura(Tempat Ibadah Hindu Bali), maupun di pinggir-pinggir jalan.
Jika kita kerumah orang bali maupun keBali itu sendiri maka kita akan melihat disekitar rumahnya terdapat gapura, patung, atau pohon yang diselimuti kain bermotiv kotak-kotak yang bercorak hitam dan putih.Nama lain dari kain kotak-kotak bercorak hitam putih yang seperti papan catur itu iyalah ‘saput poleng’. Di Bali sendiri saput poleng ini bertebaran dan menyelimuti pohon khusus terntentu, baik di depan rumah, didalam pura(Tempat Ibadah Hindu Bali), maupun di pinggir-pinggir jalan.
Dalam benak masyarakat awam yang belum mengetahui makna dan tujuan kain poleng ini mungkin akan merasa aneh, gimana tidak aneh, masa pohon diselimuti baju. Dalam ulasan ini kami akan menjelaskan filosofis dari saput poleng tersebut. Makna filosofis Saput poleng merupakan bentuk dasar dari jagat raya kita yaitu positif dan negatif yang dalam kajian masyarakat Bali dikenal sebagai istilah Rwa Bhineda. Rwa Bhineda adalah dua sifat yang bertolak belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, bersih kotor, atas-bawah, suka-duka dan sebagainya.Saput Poleng dalam bahasa bali terdiri atas kalimat ‘saput’ yang artinya selimut, dan ‘poleng’ yang artinya belang. Selimut belang yang bermotiv papan catur dan bercorak hitam putih ini merupakan khas bali. Dalam konteks tradisi di Bali, ‘saput’ bermakna busana yang dalam bahasa Bali disebut ‘wastra’. Hingga akhirnya saput poleng diartikan sebagai ‘busana bermotif kotak kotak dan bercorak hitam putih’ yang dipergunakan secara acara khusus.
Jero Mangku Widya, sesepuh spiritual muda asal Denpasar, menjelaskan bahwa warna kotak-kotak hitam putih itu merupakan simbol Rwa Bhineda.
"Kalau di Tiongkok ada yang namanya Ying dan Yang maksudnya adalah didunia ini terdiri atas positif dan negatif" kata Jero Mangku Paksi, Sabtu 20 Februari 2016.
Penyematan kain itu terhadap sesuatu itu adalah simbol. Jika sebuah pohon atau patung dikenakan kain tersebut, kata Jero Mangku Widya, di sana bersetana (bersemayam) dzat yang menghitam-putihkan dunia ini. Artinya disetiap sisi itu segala sesuatu berstana sifat hitam dan putih dan keduanya harus seimbang, dan kain poleng itu dimaksudkan untuk penyeimbang antara hitam dan putih dari suatu sisi di Bumi ini.
"Jika terdapat tugu yang diselimuti kain hitam putih kotak-kotak, berarti yang bersetana di tugu itu adalah yang menghitam-putihkan areal pura tersebut," jelas dia.
Namun hakikatnya, Jero Mangku menambahkan, warna hitam putih pada kain poleng merupakan manifestasi keseimbangan alam jagat raya.
"Rwa Bhineda itu ada hitam ada putih, ada benar ada tidak benar, ada bersih ada kotor. Intinya adalah keseimbangan alam," tutup Jero Mangk
Jenis-Jenis Poleng di Bali
Menurut tradisi terdapat tiga jenis Saput Poleng yaitu Saput Poleng Rwa Bhineda, Saput SPoleng Sudha Mala dan Saput Poleng Tri Datu. Saput poleng Rwabhineda bercorakan putih dan hitam. Warna terang dan gelap sebagai symbol baik dan buruk sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Saput poleng Sudha Mala bercorakan putih, hitam dan abu. Abu sebagai peralihan hitam dan putih yang artinya menyelaraskan atau menyeimbangkan antara baik dan buruk. Sedangkan Saput Poleng Tridatu berwarna putih, hitam dan merah. Merah simbol rajas (ke-energikan), hitam adalah tamas (kemalasan), dan putih simbol satwam (kebijaksanaan, kebaikan).Saput Poleng sebagai simbul tradisi umat Bali digunakan oleh para pecalang(Orang yang menertibkan jika ada kegiatan adat), patung penjaga depan gerbang, kulkul/kentongan, balian(Orang Spritual Bali), dikenakan oleh dalang wayang kulit ketika melaksanakan pangruwatan/penyucian, pada pohon-pohon tertentu, maupun pada tempat suci yang diyakini berfungsi sebagai penjaga. Pada intinya makna Saput Poleng itu bertujuan untuk menjaga agar terjadi keselarasan antara energy negative dan energy positive.
Penggunaan ‘Saput Poleng’ Kain Kotak Hitam-putih pada tradisi BaliSaput poleng ini khusus dalam artian: Tidak boleh di kenakan di sembarang tempat maupun sembarang benda, acara atau kesempatan. Melainkan hanya boleh ditempat, benda, dan acara khusus tertentu saja.Di Bali, Pura yang dikenakan Saput Poleng masing-masing disebut ‘pelinggih’. Dalam bangunan tempat suci Hindu Bali ini terdapat kelompok yang memiliki tata letak khas yang terdiri dari Tri Mandala atau tiga wilayah yaitu: 1. Utama Mandala, ini merupakan wilayah yang paling dalam yang sering disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jeroan’ untuk menyebut Mandala Utama.2. Madya Mandala, ini merupakan wilayah tengah Pura yang sering disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jaba Tengah’.3. Nista Mandala, ini merupakan wilayah Pura yang paling luar yang biasa disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jaba Pisan’Untuk penggunaan saput poleng pada Pura ini khususnya dipergunakan untuk bangunan pura bagian luar atau Nista Mandala termasuk Patung penjaga gerbang yang berada diwilayah paling luar Pura. Selain di patung, juga dipergunakan sebagai umbul-umbul dan paying yang biasa ditancapkan pada wilayah pura paling luar.Saput oleng dalam Rumah Orang Bali.Dalam pekarangan dan rumah orang Bali memiliki struktur seperti Pura yang ada dibali yaitu memaki konsep Tri Mandala dan juga untuk mempergunakan Saput Poleng ini tidak beda jauh dengan yang ada di Pura yaitu di wilayah paling luar, di pura dalam rumah oran Bali, dan di patung penjaga gerbang yang terdapat di sisi kiri dan kanan gerbang.Saput Poleng sebagai busana khas orang Bali.Saput poleng ini dipergunakan oleh masyarakat Bali sebagai busana khas mereka. Namun Saput Poleng ini tidak boleh dipergunakan sembarang kesempatan, melainkan khusus dipergunakan hanya pada saat sedang melaksanakan tugas adat yang berhubungan dengan upacara/upakara di wilayah luar baik itu di pura, rumah atau desa adat.
Penggunaan ‘Saput Poleng’ Kain Kotak Hitam-putih pada tradisi BaliSaput poleng ini khusus dalam artian: Tidak boleh di kenakan di sembarang tempat maupun sembarang benda, acara atau kesempatan. Melainkan hanya boleh ditempat, benda, dan acara khusus tertentu saja.Di Bali, Pura yang dikenakan Saput Poleng masing-masing disebut ‘pelinggih’. Dalam bangunan tempat suci Hindu Bali ini terdapat kelompok yang memiliki tata letak khas yang terdiri dari Tri Mandala atau tiga wilayah yaitu: 1. Utama Mandala, ini merupakan wilayah yang paling dalam yang sering disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jeroan’ untuk menyebut Mandala Utama.2. Madya Mandala, ini merupakan wilayah tengah Pura yang sering disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jaba Tengah’.3. Nista Mandala, ini merupakan wilayah Pura yang paling luar yang biasa disebut oleh umat Bali yaitu ‘Jaba Pisan’Untuk penggunaan saput poleng pada Pura ini khususnya dipergunakan untuk bangunan pura bagian luar atau Nista Mandala termasuk Patung penjaga gerbang yang berada diwilayah paling luar Pura. Selain di patung, juga dipergunakan sebagai umbul-umbul dan paying yang biasa ditancapkan pada wilayah pura paling luar.Saput oleng dalam Rumah Orang Bali.Dalam pekarangan dan rumah orang Bali memiliki struktur seperti Pura yang ada dibali yaitu memaki konsep Tri Mandala dan juga untuk mempergunakan Saput Poleng ini tidak beda jauh dengan yang ada di Pura yaitu di wilayah paling luar, di pura dalam rumah oran Bali, dan di patung penjaga gerbang yang terdapat di sisi kiri dan kanan gerbang.Saput Poleng sebagai busana khas orang Bali.Saput poleng ini dipergunakan oleh masyarakat Bali sebagai busana khas mereka. Namun Saput Poleng ini tidak boleh dipergunakan sembarang kesempatan, melainkan khusus dipergunakan hanya pada saat sedang melaksanakan tugas adat yang berhubungan dengan upacara/upakara di wilayah luar baik itu di pura, rumah atau desa adat.